KOMUNIKASI BUDAYA MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN DI KOTA BEKASI
DOI:
https://doi.org/10.53990/interpretasi.v2i5.476Keywords:
Komunikasi Budaya , Konflik agama, Tabligh, ud’uAbstract
Komunikasi Budaya MUI Kota Bekasi diharapkan mampu menjangkau seluruh etnis yang mendiami kota dengan luas area 21.000 hektar, di timur Jakarta. Sebagai kota metropolitan, Kota Bekasi dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku, seperti Batak, Melayu, Bugis-Makassar, Dayak, Ambon hingga Papua. Dengan latar belakang masyarakat yang heterogen itu, komunikasi budaya untuk mencegah konflik horizontal menjadi metode yang tepat.Pertanyaan mayor penelitian ini adalah, bagaimana komunikasi budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi bisa meredam konflik agama di Kota Bekasi? Pertanyaan mayor dijabarkan ke dalam pertanyaan minor di bawah ini, (1) Siapa aktor komunikasi yang mampu meredam konflik horizontal di Kota Bekasi? (2) Seperti apa komunikasi budaya bekerja dalam mendamaikan kelompok masyarakat yang berkonflik? (3) Atas dasar apa komunikasi budaya dapat menjadi resolusi konflik keagamaan?
Penelitian ini berasumsi bahwa komunikasi budaya dapat mendamaikan konflik antar umat beragama karena ia menjangkau ruang humanis. Asumsi ini disandarkan aspek sebab-akibat konflik antar pemeluk agama yang diidentifikasi karena faktor egosentris. Konflik paling popular adalah konflik jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di kelurahan Ciketing Asem (2010), konflik gereja Santa Clara, Kecamatan Bekasi Utara (2017). Skala konflik terbuka dengan bukti terjadinya konflik fisik.Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori negosiasi identitas (Stephen Littlejohn; 2017: 79-81) Teori ini mengemukakan bahwa identitas tertentu mempengaruhi interaksi komunikasi. Menggunakan paradigma kritis (criticism) sebagai landasan filosofis. Data primer bersumber dari hasil observasi serta wawancara mendalam kepada pimpinan dan pengurus MUI Kota Bekasi. Sedangkan data sekunder merupakan sumber kedua didapatkan dari dokumentasi untuk melengkapi data primer.
Riset ini disandarkan pada konsep komunikasi budaya dalam dimensi Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits dan pandangan ulama. Konsep Islam terkait dengan komunikasi budaya adalah kata tabligh dalam QS. Al-Maidah (5): 67, kata ud’u yang bermakna ”serulah” terdapat di dalam QS. An Nahl (16):125, Al Hajj (22): 67, Al Qashas (28): 87, dan Ash Syura (42): 15. Analisis terhadap data dari objek penelitian menggunakan model Miles dan Huberman, meliputi pengumpulan data, displai data, reduksi data dan verifikasi metode, sumber dan teori. Analisis dilakukan untuk menjawab pertanyaan mayor dan pertanyaan minor penelitian komunikasi budaya dalam dalam meredam konflik agama di Kota Bekasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi konflik cukup tinggi dan terbuka mengingat sentimen negatif terhadap populasi penduduk yang padat seringkali tidak bisa dihindari. Di mana semua kelompok kepentingan dalam hal agama dan kepercayaan menginginkan ruang eksklusif dalam beribadah.Kesimpulan penelitian menyebutkan bahwa komunikasi budaya membuka ruang dialog untuk meredakan konflik agama di Kota Bekasi. Konflik bersumber dari dua hal, pertama, dari dalam kelompok agama yang ingin dominan terhadap kelompok agama lain. Kedua, intervensi luar yang menginginkan konflik agama terjadi. Kedua fator tersebut sulit diidentifikasi karena aktornya tersembunyi.